Abstrak: kajian sosioliguistik ikhwal pekodean
ternyata masih langka. Penulisan artikel ini berfokus pada salah satu
aspek dari masalah perkodean yakni “Alih Kode yang Terjadi Pada Masyrakat Tutur Bilingual dalam Wacana Jual Beli Peralatan Camping”. Kajian ini meliputi: (1) bagaimanakah wujud kode dalam wacana jual beli peralatan camping, (2) bagaimanakah alih kode dalam wacana jual beli peralatan camping dan (3) apa yang menjadi penyebab alih kode dalam wacana jual beli peralatan camping.
Adapun tujuan khusus analisis ini untuk memperoleh diskripsi objektif
tentang: (1) kode yang dipakai dalam wacana jual beli peralatan camping di Ruko Adventure Shop, (2) kecenderungan alih kode yang dipakai dalam wacana jual beli peralatan camping di Ruko Adventure Shop dan (3) unsur penentu alih kode yang terjadi dalam wacana jual beli peralatan camping
di Ruko Adventure Shop. Instrumen yang dipakai sebagai sumber data
yaitu penutur penjual dan pembeli dalam translaksi jual beli peralatan
camping di Ruko Adventure Shop. Hal ini dilakukan dengan pendekatan
kualitatif.
Kata Kunci: bilingual, alih kode
Kajian sosiolinguistik ihwal perkodean ternyata masih langka (Rahardi, 2001:1). Kelangkaan kajian yang demikian mendorong penulis untuk berkecimplung di dalam bidang linguistik, khususnya sosiolinguistik untuk memberikan tanggapan nyata lewat analisis kajian. Analis kajian ini dapat dianggap upaya menanggapi kelangkaan kajian tentang perkodean tersebut.
Tidak dipungkiri bahwa hal perkodean adalah masalah yang penting untuk diteliti dalam linguistik. Hal demikian disebabkan oleh kenyataan bahwa ihwal kode itu sulit dan rumit untuk dicermati. Dikatakan rumit karena ihwal kode itu berkaitan erat dengan konteks situasi, yakni suasana yang mewadahi kode itu sendiri. Suasana yang simaksud mencakup dua hal yaitu seting sosial dan seting kultural (Rahardi, 2001:2).
Dengan perkataan lain apabila orang sudah menjadi individu yang bilingual tentu kode-kode yang dimilikinya akan menjadi semakin rumit. Namun, pasti semakin menarik pula untuk digambarkan dan dijelaskan. Berangkat dari gambaran kenyataan itu dapat ditegaskan bahwa ihwal kode itu perlu segara diteliti, dikaji dan diperikan secara mendalam.
Kajian perkodean sebanarnya dapat meliputi berbagai hal, seperti campur kode, interferensi dan integrasi, alih kode dan sebagainya (Suwito, 1983:67-81). Analisis kalian ini berfokus pada salah satu aspek dari beberapa masalah perkodean yang disebutkan di atas, yakni alih kode yang terjadi pada masyarakat bilingual di wilayah kota Malang. Adapun aspek alih kode adalah yang terjadi dalam wacana jual beli peratan camping.
Orang dapat menggunakan kedua bahasa itu disebut orang yang bilingual (dalam bahasa Indonesia disebut juga dwibahasawan) sedangkan kemampuan untuk menggunakan dua bahasa disebut bilingualitas (dalam bahasa Indonesia disebut kedwibahasawan). Selain istilah bilingualisme dengan segala jabarannya ada juga istilah multilingualisme (dalam bahasa Indonesia disebut juga keanekabahasawan) yaitu keadaan digunakannya lebih dari dua bahasa oleh seeorang dalam pergaualannya dengan orang lain secara bergantian dalam penulisan ini tentang multilingualisme tidak akan dibicarakan secara khusus sebab modelnya sama dengan bilingualisme.
Masyarakat tutur yang tertutup, yang tidak tersentuh oleh masyarakat tutur lain, entah karena letaknya yang jauh terpencil atau karena sengaja tidak mau berhubungan dengan masyarakat tutur lain maka masyarakat tutur itu akan menjadi masyarakat atutur yang statis dan tetap menjadi masyarakat tutur yang monolingual (Chaer dan Leonie, 1995:111). Sebaliknya, masyarakat tutur yang terbuka artinya yang mempunyai hubungan dengan masyarakat tutur lain, tentu apa yang mengalami apa yang disebut kontak bahasa dengan segala peristiwa-peristiwa kebahasaan sebagai akibatnya. Peristiwa-peristiwa kebahasaan yang mungkin terjadi sebagai akibat adanya kontak bahasa itu adalah apa yang ada di dalam sosiolinguistik disebut bilingualisme, diglosia, alih kode, campur kode, interferensi, integrasi, konvergensi dan pergeseran bahasa. Dalam penulisan ini hanya akan membahas tentang bilingualisme, alih kode dan campur kode yang merupakan kerangka teori dari penelitian yang berjudul “Alih Kode yang Terjadi pada Masyrakat Tutur Bilingual dalam Wacana Jual Beli Peralatan Camping”.
Soewito membedakan adanya dua macam alih kode yaitu alih kode intern dan alih kode ekstrn, yang dimaksud alih kode intrn adalah alih kode yang berlangsung antarbahasa sendiri seperti dari bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Jawa (BJ) atau sebaliknya. Sedangkan alih kode ekstern terjadi antara bahasa sendiri dengan bahasa asing (BA).
Dalam bidang bahasa, kenyataan itu membawa akibat semakin bervareasinya kode-kode yang dimiliki dan dikuasai oleh angggota masyarakat itu. Masalah dalam kajian ini pada intinya hanyalah difokuskan pada satu macam gejala bahasa saja yakni alih kode yang meliputi: (1) bagaimanakah kode yang dipakai oleh masyarakat tutur bilingual di ruko Adventure Shop Malang dalam peristiwa jual beli peralatan camping, (2) bagaimanakah kecenderungan pola alih kode yang terjadi pada wacana jual beli peralatan camping dalam masyarakat tutur bilingual di ruko Adventure Shhop Malang dan (3) apakah faktor-faktor penentu terjadinya alih kode dalam wacana jual beli peralatan camping dalam masyarakat tutur bilingual di ruko Adventure Shop Malang.
Istilah bilingualisme (Inggris: bilingualism) dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan. Dari istilahnya secara harfiah sudah dapat dipahami apa yang dimaksud dengan bilingualisme itu, yaitu berkenaan dengan penggunaan dan bahasa atau dua kode bahasa. Secara sosiolingustik secara umum bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian (Mackey 1962:12, Fishan 1975:73). Untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai kedua bahasa itu. Pertama, bahasa ibunya sendiri atau bahasa pertamanya (disingkat B1) dan yang kedua adalah bahasa lain yang menjadi bahasa keduanya (disingkat B2).
Bloomfield dalam bukunya yang terkenal Language (1933:56) mengatakan bahwa bilingualisme adalah kemampuan seorang penutur untuk menggunakan dua bahasa dengan sama baiknya. Jadi, menurut Bloomfield ini seseorang disebut bilingual apabila dapat menggunakan B1 dan B2 dengan derajat yang sama baiknya. Namun, Menurut Hugen selanjutnya seorang bilingual tidak perlu secara aktif menggunakan kedua bahasa itu tetapi cukup kalau bisa memahaminya saja. Haugen juga mengatakan mempelajari bahasa kedua, apalagi bahasa asing, tidak akan sendirinya akan memberi pengaruh terhadap bahasa aslinya. Lagi pula seorang yang mempelajari BA maka kemampuan BA-nya atau B2-nya akan selalu berada pada posisi di bawah penutur asli bahasa.
Kode BI
BI sebagai bahasa nasional ternyata dapat digunakan hampir dalam segala bidang kegiatan di negara ini. Dalam peristiwa jual beli peralatan camping pun BI cukup dominan digunakan. Pada masyrakat tutur diwilayah kota Malang, penggunaan BI dalam dalam peristiwa jual beli itu kebanyakan digunakan apabila peserta tutur tidak bersuku Jawa. Dapat pula terjadi bahwa hanya salah satu dari peserta itu sajalah yang bukan berasal dari suku Jawa. Sepertinya dari pada mereka kesulitan menggunakan BJ, maka mereka cenderung menggunakan BI.
Cuplikan percakapan berikut dapat diguanakan sebagai contoh adanya penggunaan kode yang berwujud BI dalam peristiwa jual beli peralatan camping
Dari cuplikan di atas dapat dilihat bahwa BI yang digunakan dalam translaksi jual beli peralatan camping
itu biasanya bersifat tidak formal. Ketidakformalan itu misalnya dapat
diidentifikasi dari banyak digunakan model tuturan ringkas (restricted codes) yang ditandai oleh banyakanya penanggalan-penanggalan dari bagian tuturan tertentu.
Di samping banyak digunakan tutur ringkas ternyata juga ditemukan banyak bagian-bagian dari tuturan yang dipengaruhi oleh bahasa daerah tertentu. Tuturan yang berbunyi laptope dan diskone tampak sekali mendapatkan pengaruh dari BJ, yakni –e menyertai kata sehingga menjadi laptope dan diskone.
Pengaruh bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia juga dapat ditemukan dengan munculnya kata liat, udah maupun aja dan sebagainya. Contoh-contoh yang terakhir ini sepertinya merupakan pengaruh dari dialek Jakarta. Munculnya pengaruh dialek Jakarta dalam jual beli peralatan camping ini cukup wajar karena memang wibawa wilayah Jakarta sebagai pusat segala kegiatan cukup dapat dirasakan hampir seluruh warga masyarakat Indonesia. Akibatnya dalam wacana jual beli peralatan camping di ruko Adventure Shop pengaruh ini pun dapat ditemukan.
Dalam wacana jual beli peralatan camping unggah-ungguh dalam berbahasa ini pun juga tampak terlihat. Hal demikian misalnya, dengan sering digunakannya kata-kata sapaan yang sifatnya meninggikan derajat calon pembeli yang dilakukan oleh penjual, misalnya mas. Kata-kata sapaan yang sifatnya meninggikan derajat calon pembeli itu biasanya dimunculkan untuk mengawali peristiwa tawar menawar. Kata-kata sapaan itu untuk membuka percakapan dan penggunaannya dirangkaikan dengan kata-kata yang maknanya mempersilahkan, misalnya mangga. Dengan demikian ekspresi yang digunakan untuk mengawali percakapan untuk jual beli peralatan camping itu biasanya adalah mangga mas.
Apabila percakapaan tawar menawar dalam jual beli itu diawali oleh calon pembeli, biasanya penggunaan kata-kata sapaan yang sifatnya meninggikan itu tidak tampak. Artinya bahwa dalam membuka percakapan, calon pembeli menggunakan kode bahasa yang sifatnya bisa dan wajar digunakan, seperti pira. Calon pembeli beranggapan bahwa status sosial dirinya lebih tinggi dari pada calon penjual.
Cuplikan percakapan tawar menawar berikut menunjukkan cukup dominannya penggunaan kode yang berwujud BJ itu dalam peristiwa tawar menawar jual beli peralatan camping.
Dari cuplikan itu dapat di lihat contoh kode yang berwujud BA, yakni
bahasa Inggris. BA itu digunakan oleh penjual terhadap pembeli yang
sudah saling mengetahui maksudnya. Biasanya, bahasa Inggris itu
digunakan dengan tidak lengkap banyak penggalan-penggalan dan sering di
campurkan dengan BI. Dalam tuturan itu misalnya itu watter frof lo mas dan ya ngak, beda size ya lain, hargane ya ngak sama. Tuturan watter frof (artinya kedap air) dan size (artinya ukuran) merupakan contoh penggunaan BA, dalam hal ini bahasa Inggris yang di campurkan dalam BI.
Pemerian Alih Kode dalam Wacana Jual Beli Peralatan Camping
Appel (1976:79) mendefinisikan alih kode itu sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi. Berbeda dengan Ampel yang mengatakan alih kode itu terjadi antarbahasa, maka Hymes (1975:103) menyatakan alih kode itu bukan hanya terjadi antarbahasa tetapi dapat juga terjadi antara ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam satu bahasa.
Alih kode yang berwujud alih bahasa cukup banyak ditemukan dalam wacana jual beli peralatan camping. Alih kode yang berupa alih bahasa itu mencakup peralihan dari BI ke dalam BJ, BJ ke dalam BI dan BI ke dalam BA dalam hal ini bahasa Inggris. Berikut uraian dari masing-masing wujud alih kode itu satu demi satu.
Cuplikan 1
Dalam cuplikan itu dapat dilihat adanya alih kode yang dilakukan oleh
pembeli. Semula ia mengguankan kode dalam BI dalam bertutur dengan
penjual. Namun, akhirnya ia berusaha berubah menggunakan BJ dalam
tingkat ngoko, yakni yang berbunyi lek sing iki piro?
Yang maknanya adalah kalau yang ini berapa? Dengan demikian dapatlah
dikatakan alih kode dalam cuplikan percakapaan itu adalah dari BI ke
dalam BJ.
Cuplikan 2
Dari cuplikan percakapan itu dapatlah dilihat bahwa alih kode yang
terjadi adalah dari BI ke dalam BJ. Alih kode itu dilakukan oleh pembeli
di tengah-tengah proses bertutur dengan penjual. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa arah alih kode yang ada adalah dari BI ke dalam bj,
yakni mangga mas yang maknanya mari mas.
Alih Kode dari BJ ke dalam BI
Alih kode yang berupa paralihan dari BJ ke dalam BI cukup banyak ditemukan dalam wacana jula beli peralatan camping di Ruko adventure Shop kota Malang. Dikatakan demikian karena kedua bahasa ini dikuasai dengan cukup baik oleh masyarakat tutur tersebut. Hal ini tampak pada cuplikan berikut.
Dari cuplikan percakapan itu dapat dilihat bahwa alih kode yang ada
dalah dari BJ ke dalam BI yang dilakukan oleh penjual. Dari sejak awal
tutur penjual maupun pembeli menggunakan tingkat tutur Jawa ngoko. Namun, setelah datangnya pembeli kedua, penjual menggunakan bahasa Indonesia yakni mari mas dan itu di pojok sebelah kiri.
Alih kode ini dilakukan karena penjual beranggapan bahwa pembeli kedua
belum tentu menguasai BJ dan untuk menghargainnya. Dengan demikian alih
kode dalam cuplikan percakapan itu yakni dari BJ ke dalam BI.
Alih Kode dari BI ke dalam BA
Alih kode yang melibatkan BA ternyata juga dapat ditemukan dalam wacana jual beli sandang pada masnyarakat tutur bilingual di wilayah kota Malang. Bahasa asing yang cukup sering muncul dalam wacana ini adalah bahasa Inggris. Hal demikian disebabkan karena kenyataan bahasa Inggris memang cukup dikuasai dengan baik oleh warga masyarakat tutur ini. Kontak dengan para pendatang yang berkewarganegaraan asing dan hasil dari pendidikan memicu dikuasainya bahasa asing pada anggota masyarakat tutur ini. Berikut contoh alih kode yang berwujud alih bahasa dari BI ke dalam BA.
Dari cuplikan itu dapat di lihat contoh alih kode dari BI ke dalam
BA. BA itu digunakan oleh penjual terhadap pembeli yang sudah saling
mengetahui maksudnya. Biasanya, bahasa Inggris itu digunakan dengan
tidak lengkap banyak penggalan-penggalan dan sering di campurkan dengan
BI. Dalam tuturan itu misalnya itu watter frof lo mas dan ya ngak, beda size ya lain, hargane ya ngak sama. Tuturan watter frof (artinya kedap air) dan size (artinya ukuran) merupakan contoh penggunaan BA, dalam hal ini terjadi alih kode dan campur kode dari BI ke dalam BA.
Sebab-sebab Alih Kode dalam Wacana Jual Beli Peralatan Camping
Kalau kita telusuri penyebab terjadinya alih kode itu, maka harus kita kembalikan kepada pokok persoalan sosiolinguistik seperti yang dikemukaan Fishman (1976:15) yaitu siapa yang berbicara degan bahasa apa, kepada siapa, kapan dan dengan tujuan apa. Dalam berbagai kepustakaan linguistik secara umum penyebab alih kode itu disebutkan antara lain: (1) pembicara atau penutur, (2) pendengar atau lawan tutur, (3) perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga, (4) perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya dan (5) perobahan topik pembicaraan.
Seorang pembicara atau penutur seringkali meakukan alih kode untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat dari tindakkannya itu. Selanjutnya lawan bicara atau lawan tutur dapat menyebabkan tejadinya alih kode misalnya karena si penutur ingin mengimbangi kemampuan berbahasa si lawan tutur itu. Dalam hal ini biasanya kemampuan barbahasa si lawan tutur kurang atau agak kurang karena memang mungkin bahasa pertamanya. Kalau si lawan tutur itu berlatar belakang bahasa yang sama dengan penutur, maka alih kode yang terjadi hanya berupa peralihan varian, ragam, gaya atau register. Kalau si lawan tutur berlatar belakang bahasa yang tidak sama dengan si poenutur maka yang terjadi alih bahasa.
Kehadiran orang ketiga atau orang lain yang tidak berlatar belakang bahasa sama dengan bahasa yang sedang digunakan oleh penutur dan lawan tutur dapat menyebabkan terjadinya alih kode. Status orang ketiga dalam alih kode juga menentukan bahasa atau varian yang harus digunakan. Perubahan situasi bicara dapat menyebabkan terjadinya alih kode.
Di samping lima hal di atas yang secara umum lazim dikemukakan sebagai faktor terjadinya alih kode, sesungguhnya masih banyak faktor atau variabel lain yang dapat memyebabkan terjadinya peristiwa alih kode. Penyebab-penyebab ini ini biasanya sangat berkaitan dengan verbal repertoire yang tedapat dalam suatu masyarakat tutur serta bagaimana status sosial yang dikenakan oleh para pentur terhadap bahasa-bahasa atau ragam-ragam bahasa yang terdapat dalam masyarajat tutur itu.
Dalam wacana jual beli peralatan camping di Ruko Adventure Shop Malang ini, penulis temukan dua penyebab terjadinya alih kode. Penyebab ini yakni penutur memiliki latar belakang pengusaan bahasa yang sama dan perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga, yang akan penulis paparkan dalam urain dibawah ini.
Dari peristiwa tutur itu dapat dilihat bahwa penjual dan pembeli
sama-sama menggunakan BI. Namun, sesekali pembeli menyisipkan kode
bahasa Jawa, misalnya lek sing iki piro? (kalau ini berapa?).
Dan penjul memahami kode itu serta bisa menanggapi dengan BJ pula.
Dengan demikian dapat sebagai bukti bahwa dengan latar belakang
penguasaan bahasa yang sama dapat menjadi penyebab alih kode dalam
wacana jual beli peralatan camping.
Dari peristiwa itu tutur dapat dilihat bahwa kehadiran orang ketiga
atau orang lain yang barangkali tidak berlatar belakang bahasa yang sama
(dimaksud disini BJ) dengan bahasa yang sedang digunakan penutur dan
lawan tutur dapat menyebabkan terjadinya alih kode. Sehingga perubahan
situasi dengan hadirnya orang ketiga dapat menjadi penyebab campur kode
dan alih kode dalam translaksi jual beli peralatan camping di Ruko
Adventure Shop Malang.
Dari pembicaraan tentang “Alih KOde yang Terjadi dalam Wacana JUal Beli Peralatan Camping” di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian bilingualisme akhirnya merupakan satu rentangan berjenjang mulai menguasa B1 (tentunya dengan baik karena bahasa ibunya sendiri) ditambah tahu sedikit akan B2, dilanjutan dengan penguasaan B2 yang berjenjang meningkat, sampai menguasai B2 itu sama baiknya dengan penguasaan B1. Kalau bilingualisme sudah sampai tahap ini berarti seorang penutur yang bilingual itu akan dapat menggunakan B1 dan B2 sama baiknya untuk fungsi dan situasi apa saja dan dimana saja. Namun, seperti sudah disebutkan di atas penutur bilingual yang seperti ini jarang ada yang ada dan biasa adalah para penutur bilingual yang sama-sama baik dalam dua bahasa, tetapi umumnya dalam ranah kebahasan yang berbeda.
Simpulan
Sejalan dengan rumuan masalah dan tujuan penulisan yang diampaikan di bagian pendahuluan, maka sebagai kesimpulan dapatlah disampaiakan hal-hal berikut:
1) kode yang digunakan oleh masyarakat tutur bilingual di kota Malang dalam jual beli peralatan camping di Ruko Adventure Shop adalah: (1) bahasa yang mencakup BJ dan bahasa non Jawa. Bahasa non Jawa di sini meliputi BI dan BA. BA yang paling sering ditemukan adalah bahasa Inggris, (2) tingkat tutur, yang meliputi tutur ngoko. Kode yang berwujud tingkat tutur ini tampak dengan sangat jelas khususnya jika bahasa yang dipakai adalah BJ.
2) kode-kode yang digunakan dalam wacana jual beli peralatan camping di kota Malang ruko Adventur Shop dapat beralih dari kode yang satu ke kode yang lain. Misalnya dari BI ke dalam BJ atau sebaliknya, BI ke dadam Inggris atau sebaliknya. Peralihan itu ternyata tidak terjadi dengan tanpa arah melainkan dengan arah yang cukup jelas.
3) alih kode dalam wacana jual beli peralatan camping pada masyarakat tutur bilingual di kota Malang ruko Adventure Shop dilakukan dengan alasan-alasan yang sudah jelas dan juga tertentu. Dari kajian ini dapat diketahui bahwa alasan-alasan yang dimaksud meliputi (1) penutur memiliki latar belakang penguasaan bahasa yang sama, (2) perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga.
Implikasi Kajian
Tidak disangkal bahwa kajian ini masih jauh bahkan teramat jauh dari sempurna. Ruang lingkup pembicaraan yang semula segaja digunakan untuk membatasi kajian ini bukan tidak mungkin justru mengkerdilkan jangkauan pembahasan. Wacana jual beli peralatan camping hanyalah merupakan sebagian yang teramat kecil dari wacana transaksional yang sebenarnya semula akan diangkat sebagai objek dalam kajian sosiolinguistik ini. Dengan perkatan lain sebenarnya kajian ini hanya bagian yang teramat kecil dari bagian yang sebenarnya bisa dilakukan lebih luas itu. Rekan rekan mahasiswa hkususnnya yang tertarik dengan bidang ilmu sosiolinguistik tentu ditantang menindaklanjuti kajian ini.
Kata Kunci: bilingual, alih kode
PENDAHULUAN
Latar BelakangKajian sosiolinguistik ihwal perkodean ternyata masih langka (Rahardi, 2001:1). Kelangkaan kajian yang demikian mendorong penulis untuk berkecimplung di dalam bidang linguistik, khususnya sosiolinguistik untuk memberikan tanggapan nyata lewat analisis kajian. Analis kajian ini dapat dianggap upaya menanggapi kelangkaan kajian tentang perkodean tersebut.
Tidak dipungkiri bahwa hal perkodean adalah masalah yang penting untuk diteliti dalam linguistik. Hal demikian disebabkan oleh kenyataan bahwa ihwal kode itu sulit dan rumit untuk dicermati. Dikatakan rumit karena ihwal kode itu berkaitan erat dengan konteks situasi, yakni suasana yang mewadahi kode itu sendiri. Suasana yang simaksud mencakup dua hal yaitu seting sosial dan seting kultural (Rahardi, 2001:2).
Dengan perkataan lain apabila orang sudah menjadi individu yang bilingual tentu kode-kode yang dimilikinya akan menjadi semakin rumit. Namun, pasti semakin menarik pula untuk digambarkan dan dijelaskan. Berangkat dari gambaran kenyataan itu dapat ditegaskan bahwa ihwal kode itu perlu segara diteliti, dikaji dan diperikan secara mendalam.
Kajian perkodean sebanarnya dapat meliputi berbagai hal, seperti campur kode, interferensi dan integrasi, alih kode dan sebagainya (Suwito, 1983:67-81). Analisis kalian ini berfokus pada salah satu aspek dari beberapa masalah perkodean yang disebutkan di atas, yakni alih kode yang terjadi pada masyarakat bilingual di wilayah kota Malang. Adapun aspek alih kode adalah yang terjadi dalam wacana jual beli peratan camping.
Orang dapat menggunakan kedua bahasa itu disebut orang yang bilingual (dalam bahasa Indonesia disebut juga dwibahasawan) sedangkan kemampuan untuk menggunakan dua bahasa disebut bilingualitas (dalam bahasa Indonesia disebut kedwibahasawan). Selain istilah bilingualisme dengan segala jabarannya ada juga istilah multilingualisme (dalam bahasa Indonesia disebut juga keanekabahasawan) yaitu keadaan digunakannya lebih dari dua bahasa oleh seeorang dalam pergaualannya dengan orang lain secara bergantian dalam penulisan ini tentang multilingualisme tidak akan dibicarakan secara khusus sebab modelnya sama dengan bilingualisme.
Masyarakat tutur yang tertutup, yang tidak tersentuh oleh masyarakat tutur lain, entah karena letaknya yang jauh terpencil atau karena sengaja tidak mau berhubungan dengan masyarakat tutur lain maka masyarakat tutur itu akan menjadi masyarakat atutur yang statis dan tetap menjadi masyarakat tutur yang monolingual (Chaer dan Leonie, 1995:111). Sebaliknya, masyarakat tutur yang terbuka artinya yang mempunyai hubungan dengan masyarakat tutur lain, tentu apa yang mengalami apa yang disebut kontak bahasa dengan segala peristiwa-peristiwa kebahasaan sebagai akibatnya. Peristiwa-peristiwa kebahasaan yang mungkin terjadi sebagai akibat adanya kontak bahasa itu adalah apa yang ada di dalam sosiolinguistik disebut bilingualisme, diglosia, alih kode, campur kode, interferensi, integrasi, konvergensi dan pergeseran bahasa. Dalam penulisan ini hanya akan membahas tentang bilingualisme, alih kode dan campur kode yang merupakan kerangka teori dari penelitian yang berjudul “Alih Kode yang Terjadi pada Masyrakat Tutur Bilingual dalam Wacana Jual Beli Peralatan Camping”.
Soewito membedakan adanya dua macam alih kode yaitu alih kode intern dan alih kode ekstrn, yang dimaksud alih kode intrn adalah alih kode yang berlangsung antarbahasa sendiri seperti dari bahasa Indonesia (BI) ke bahasa Jawa (BJ) atau sebaliknya. Sedangkan alih kode ekstern terjadi antara bahasa sendiri dengan bahasa asing (BA).
Rumusan Masalah
Wilayah kota Malang dapat dikatakan sebagai pusat berbagai kegiatan ekonomi, sosial, pendidikan dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya. Keadaan yang demikian sudah barang tentu akan membuat masyarakat Malang bersifat majemuk. Kemajemukan itu semakin dipacu dan ditopang oleh kenyataan selalu bertemu dan berinteraksinya warga masyarakat itu dengan warga dari masyarakat lain dalam wahana kegiatan.Dalam bidang bahasa, kenyataan itu membawa akibat semakin bervareasinya kode-kode yang dimiliki dan dikuasai oleh angggota masyarakat itu. Masalah dalam kajian ini pada intinya hanyalah difokuskan pada satu macam gejala bahasa saja yakni alih kode yang meliputi: (1) bagaimanakah kode yang dipakai oleh masyarakat tutur bilingual di ruko Adventure Shop Malang dalam peristiwa jual beli peralatan camping, (2) bagaimanakah kecenderungan pola alih kode yang terjadi pada wacana jual beli peralatan camping dalam masyarakat tutur bilingual di ruko Adventure Shhop Malang dan (3) apakah faktor-faktor penentu terjadinya alih kode dalam wacana jual beli peralatan camping dalam masyarakat tutur bilingual di ruko Adventure Shop Malang.
Tujuan Penulisan
Penulisan ini berusaha untuk mendapatkan gambaran mengenai: (1) kode yang dipakai dalam wacana jual beli peralatan camping oleh masyarakat tutur bilingual di ruko Adventure Shop Malang (2) pola kecenderungan campur kode dan alih kode yanga terjadi dalam wacana jual beli peralatan camping pada masyarakat tutur bilingual di ruko Adventure Shop Malang dan (3) unsur penentu alih kode yang terjadi dalam wacana jual beli peralatan camping pada masyarakat tutur bilingual di ruko Adventure Shop Malang.PEMBAHASAN
Pemilihan Kode dalam Wacana Jual Beli Peralatan CampingIstilah bilingualisme (Inggris: bilingualism) dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan. Dari istilahnya secara harfiah sudah dapat dipahami apa yang dimaksud dengan bilingualisme itu, yaitu berkenaan dengan penggunaan dan bahasa atau dua kode bahasa. Secara sosiolingustik secara umum bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian (Mackey 1962:12, Fishan 1975:73). Untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai kedua bahasa itu. Pertama, bahasa ibunya sendiri atau bahasa pertamanya (disingkat B1) dan yang kedua adalah bahasa lain yang menjadi bahasa keduanya (disingkat B2).
Bloomfield dalam bukunya yang terkenal Language (1933:56) mengatakan bahwa bilingualisme adalah kemampuan seorang penutur untuk menggunakan dua bahasa dengan sama baiknya. Jadi, menurut Bloomfield ini seseorang disebut bilingual apabila dapat menggunakan B1 dan B2 dengan derajat yang sama baiknya. Namun, Menurut Hugen selanjutnya seorang bilingual tidak perlu secara aktif menggunakan kedua bahasa itu tetapi cukup kalau bisa memahaminya saja. Haugen juga mengatakan mempelajari bahasa kedua, apalagi bahasa asing, tidak akan sendirinya akan memberi pengaruh terhadap bahasa aslinya. Lagi pula seorang yang mempelajari BA maka kemampuan BA-nya atau B2-nya akan selalu berada pada posisi di bawah penutur asli bahasa.
Kode BI
BI sebagai bahasa nasional ternyata dapat digunakan hampir dalam segala bidang kegiatan di negara ini. Dalam peristiwa jual beli peralatan camping pun BI cukup dominan digunakan. Pada masyrakat tutur diwilayah kota Malang, penggunaan BI dalam dalam peristiwa jual beli itu kebanyakan digunakan apabila peserta tutur tidak bersuku Jawa. Dapat pula terjadi bahwa hanya salah satu dari peserta itu sajalah yang bukan berasal dari suku Jawa. Sepertinya dari pada mereka kesulitan menggunakan BJ, maka mereka cenderung menggunakan BI.
Cuplikan percakapan berikut dapat diguanakan sebagai contoh adanya penggunaan kode yang berwujud BI dalam peristiwa jual beli peralatan camping
Pembeli
Penjual Pembeli Penjual Pembeli Penjual Pembeli Penjual Pembeli Penjual |
:
: : : : : : : : : |
Tas ini kena berapa mas?
Dua ratus dua puluh ribu, itu ada tempat laptope juga lo mas Mau liat yang ini O… yang itu. Yang itu sama dengan yang ini. Ada diskone ya mas? Sepuluh persen untuk semua merk tas Ya udah yang ini aja. Jadi kena berapa? Seratus delapan puluh lima diskon sepuluh persen jadinya seratus enam puluh enam ribu, ya udah seratus enam puluh enam lima saja. Ini mas uangnya (memberikan kembaliannya) kembali taga puluh lima ribu. Trim ya |
Di samping banyak digunakan tutur ringkas ternyata juga ditemukan banyak bagian-bagian dari tuturan yang dipengaruhi oleh bahasa daerah tertentu. Tuturan yang berbunyi laptope dan diskone tampak sekali mendapatkan pengaruh dari BJ, yakni –e menyertai kata sehingga menjadi laptope dan diskone.
Pengaruh bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia juga dapat ditemukan dengan munculnya kata liat, udah maupun aja dan sebagainya. Contoh-contoh yang terakhir ini sepertinya merupakan pengaruh dari dialek Jakarta. Munculnya pengaruh dialek Jakarta dalam jual beli peralatan camping ini cukup wajar karena memang wibawa wilayah Jakarta sebagai pusat segala kegiatan cukup dapat dirasakan hampir seluruh warga masyarakat Indonesia. Akibatnya dalam wacana jual beli peralatan camping di ruko Adventure Shop pengaruh ini pun dapat ditemukan.
Kode BJ
Dari sejumlah peristiwa tutur yang berhasil dijangkau dalam analisis ini, dapat dikatakan bahwa penggunaan kode dalam BJ sangat dominan. Hal demikian barangkali disebabkan oleh kenyataan bahwa wilayah kota Malang merupakan sebuah kota kebudayaan. Unggah ungguh dalam berbahasa antarwarga masyarakat itu selalu tercermin dalam komunikasi dan interaksi anggota masyarakat sehari-hari.Dalam wacana jual beli peralatan camping unggah-ungguh dalam berbahasa ini pun juga tampak terlihat. Hal demikian misalnya, dengan sering digunakannya kata-kata sapaan yang sifatnya meninggikan derajat calon pembeli yang dilakukan oleh penjual, misalnya mas. Kata-kata sapaan yang sifatnya meninggikan derajat calon pembeli itu biasanya dimunculkan untuk mengawali peristiwa tawar menawar. Kata-kata sapaan itu untuk membuka percakapan dan penggunaannya dirangkaikan dengan kata-kata yang maknanya mempersilahkan, misalnya mangga. Dengan demikian ekspresi yang digunakan untuk mengawali percakapan untuk jual beli peralatan camping itu biasanya adalah mangga mas.
Apabila percakapaan tawar menawar dalam jual beli itu diawali oleh calon pembeli, biasanya penggunaan kata-kata sapaan yang sifatnya meninggikan itu tidak tampak. Artinya bahwa dalam membuka percakapan, calon pembeli menggunakan kode bahasa yang sifatnya bisa dan wajar digunakan, seperti pira. Calon pembeli beranggapan bahwa status sosial dirinya lebih tinggi dari pada calon penjual.
Cuplikan percakapan tawar menawar berikut menunjukkan cukup dominannya penggunaan kode yang berwujud BJ itu dalam peristiwa tawar menawar jual beli peralatan camping.
Penjual
Pembeli 1 Penjual Pembeli 1 Penjual Pembeli 1 Penjual Pembeli 1 Penjual |
:
: : : : : : : : |
Monggo mas
Ono pembungkus tas mas? Pembungkus tas? O… cover to sing dimaksud Iyo, sing anti air Sing tas karier apa yang day pac? Tas ransel Sing selawe liter lagi kosong mas, kari warna pink Wahaha, yo gak lucu koyo cewek ae. Kapan ono anek maneh mas? InsyaAllah Minggu ngarep, soale Minggu iki lagi blonjo (ada pembeli lain yang datang) |
Kode BA
Wilayah kota Malang sebagai pusat kegiatan budaya yang erat pula dengan pariwisata, menyebabkan sering terjadinya orang-orang asing yang biasa mengunakan BA dalam berkomunikasi. Dalam jual beli peralatan camping, penggunaan bahasa asing khususnya bahasa Inggris ini juga sering muncul sekalipun sangat terbatas. Di samping digunakan oleh pembeli yang datang dari luar negeri, ternyata pembeli maupun penjual dalam negeri juga sering menggunakan wajud kode ini dalam komunikasi. Cuplikan berikut dapat memperjelas uraian tersebut.Pembeli
Penjual Pembeli Penjual Pembeli Penjual Pembeli Penjual Pembeli Penjual Pembeli Penjual Pembeli Penjual Pembeli |
:
: : : : : : : : : : : : : |
Lihat-lihat mas
Yabs, mari (pembeli memilih-milih jaket) Itu water frof lo mas Kedap air ya mas? Yabs, jadi dalame anget terus luare anti air Bisa di coba mas? Bisa, coba aja gak pa pa Ukurane sama yo mas? Ya ngak, beda merk size yo lain, hargane yoi gak sama. Lek sing iki piro? Seratus dua puluh Lek sing Tambora iku? Seratus tiga puluh lima Lebih mahal yo Iya, tapi kwalitase gak jauh beda kok mas Yo wis sing iki ae |
Pemerian Alih Kode dalam Wacana Jual Beli Peralatan Camping
Appel (1976:79) mendefinisikan alih kode itu sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi. Berbeda dengan Ampel yang mengatakan alih kode itu terjadi antarbahasa, maka Hymes (1975:103) menyatakan alih kode itu bukan hanya terjadi antarbahasa tetapi dapat juga terjadi antara ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam satu bahasa.
Alih kode yang berwujud alih bahasa cukup banyak ditemukan dalam wacana jual beli peralatan camping. Alih kode yang berupa alih bahasa itu mencakup peralihan dari BI ke dalam BJ, BJ ke dalam BI dan BI ke dalam BA dalam hal ini bahasa Inggris. Berikut uraian dari masing-masing wujud alih kode itu satu demi satu.
Alih Kode dari BI ke dalam BJ
Alih kode yang berupa alih bahasa dari BI ke dalam BJ ditemukan degan cukup sering dalam wacana jual beli peralatan camping. Alih kode yang dimaksud sering dilakukan oleh penjual dan sering pula dilakukan oleh pembeli. Berikut cuplikan-cuplikan percakapan yang mengandung alih kode itu selengkapnya.Cuplikan 1
Pembeli
Penjual Pembeli Penjual Pembeli Penjual Pembeli Penjual Pembeli Penjual Pembeli Penjual Pembeli Penjual Pembeli |
:
: : : : : : : : : : : : |
lihat-lihat mas
Yabs, mari (pembeli memilih-milih jaket) Itu water frof lo mas Kedap air ya mas? Yabs, jadi dalame anget terus luare anti air Bisa di coba mas? Bisa, coba aja gak pa pa Ukurane sama yo mas? Ya ngak, beda merk size yo lain, hargane yoi gak sama. Lek sing iki piro? Seratus dua puluh Lek sing Tambora iku? Seratus tiga puluh lima Lebih mahal yo Iya, tapi kwalitase gak jauh beda kok mas Yo wis sing iki ae |
Cuplikan 2
Penjual
Pembeli Penjual Pembeli Penjual Pembeli Penjual |
:
: : : : : : |
Mari mas
Mas ada tas selempang? Itu sebelah kiri Gak ada pilihan lain? Lagi kosong mas (pembeli lihat-lihat barang dagangan lain) Monggo mas (sambil pergi) yabs |
Alih Kode dari BJ ke dalam BI
Alih kode yang berupa paralihan dari BJ ke dalam BI cukup banyak ditemukan dalam wacana jula beli peralatan camping di Ruko adventure Shop kota Malang. Dikatakan demikian karena kedua bahasa ini dikuasai dengan cukup baik oleh masyarakat tutur tersebut. Hal ini tampak pada cuplikan berikut.
Penjual
Pembeli 1 Penjual Pembeli 1 Penjual Pembeli 1 Penjual Pembeli 1 Penjual Pembeli 2 Penjual Pembeli 1 penjual |
:
: : : : : : : : : : : : |
Monggo mas
Ono pembungkus tas mas? Pembungkus tas? O… cover to sing dimaksud Iyo, sing anti air Sing tas karier apa yang day pac? Tas ransel Sing selawe liter lagi kosong mas, kari warna pink Wahaha, yo gak lucu koyo cewek ae. Kapan ono anek maneh mas? InsyaAllah Minggu ngarep, soale Minggu iki lagi blonjo (ada pembeli lain yang datang) Ada rainkot mas? Itu di pojok sebelah kiri Suwun mas, liat-liat sik Monggo… |
Alih Kode dari BI ke dalam BA
Alih kode yang melibatkan BA ternyata juga dapat ditemukan dalam wacana jual beli sandang pada masnyarakat tutur bilingual di wilayah kota Malang. Bahasa asing yang cukup sering muncul dalam wacana ini adalah bahasa Inggris. Hal demikian disebabkan karena kenyataan bahasa Inggris memang cukup dikuasai dengan baik oleh warga masyarakat tutur ini. Kontak dengan para pendatang yang berkewarganegaraan asing dan hasil dari pendidikan memicu dikuasainya bahasa asing pada anggota masyarakat tutur ini. Berikut contoh alih kode yang berwujud alih bahasa dari BI ke dalam BA.
Pembeli
Penjual Pembeli Penjual Pembeli Penjual Pembeli Penjual Pembeli Penjual Pembeli Penjual Pembeli Penjual Pembeli |
:
: : : : : : : : : : : : : : |
Lihat-lihat mas
Yabs, mari (pembeli memilih-milih jaket) Itu water frof lo mas Kedap air ya mas? Yabs, jadi dalame anget terus luare anti air Bisa di coba mas? Bisa, coba aja gak pa pa Ukurane sama yo mas? Ya ngak, beda merk size yo lain, hargane yoi gak sama. Lek sing iki piro? Seratus dua puluh Lek sing Tambora iku? Seratus tiga puluh lima Lebih mahal yo Iya, tapi kwalitase gak jauh beda kok mas Yo wis sing iki ae |
Sebab-sebab Alih Kode dalam Wacana Jual Beli Peralatan Camping
Kalau kita telusuri penyebab terjadinya alih kode itu, maka harus kita kembalikan kepada pokok persoalan sosiolinguistik seperti yang dikemukaan Fishman (1976:15) yaitu siapa yang berbicara degan bahasa apa, kepada siapa, kapan dan dengan tujuan apa. Dalam berbagai kepustakaan linguistik secara umum penyebab alih kode itu disebutkan antara lain: (1) pembicara atau penutur, (2) pendengar atau lawan tutur, (3) perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga, (4) perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya dan (5) perobahan topik pembicaraan.
Seorang pembicara atau penutur seringkali meakukan alih kode untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat dari tindakkannya itu. Selanjutnya lawan bicara atau lawan tutur dapat menyebabkan tejadinya alih kode misalnya karena si penutur ingin mengimbangi kemampuan berbahasa si lawan tutur itu. Dalam hal ini biasanya kemampuan barbahasa si lawan tutur kurang atau agak kurang karena memang mungkin bahasa pertamanya. Kalau si lawan tutur itu berlatar belakang bahasa yang sama dengan penutur, maka alih kode yang terjadi hanya berupa peralihan varian, ragam, gaya atau register. Kalau si lawan tutur berlatar belakang bahasa yang tidak sama dengan si poenutur maka yang terjadi alih bahasa.
Kehadiran orang ketiga atau orang lain yang tidak berlatar belakang bahasa sama dengan bahasa yang sedang digunakan oleh penutur dan lawan tutur dapat menyebabkan terjadinya alih kode. Status orang ketiga dalam alih kode juga menentukan bahasa atau varian yang harus digunakan. Perubahan situasi bicara dapat menyebabkan terjadinya alih kode.
Di samping lima hal di atas yang secara umum lazim dikemukakan sebagai faktor terjadinya alih kode, sesungguhnya masih banyak faktor atau variabel lain yang dapat memyebabkan terjadinya peristiwa alih kode. Penyebab-penyebab ini ini biasanya sangat berkaitan dengan verbal repertoire yang tedapat dalam suatu masyarakat tutur serta bagaimana status sosial yang dikenakan oleh para pentur terhadap bahasa-bahasa atau ragam-ragam bahasa yang terdapat dalam masyarajat tutur itu.
Dalam wacana jual beli peralatan camping di Ruko Adventure Shop Malang ini, penulis temukan dua penyebab terjadinya alih kode. Penyebab ini yakni penutur memiliki latar belakang pengusaan bahasa yang sama dan perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga, yang akan penulis paparkan dalam urain dibawah ini.
Penutur Memiliki Latar Belakang Pengusaan Bahasa yang Sama
Dalam translaksi jual beli peralatan camping di Ruko Adventure Shop Malang sering penutur melakukan campur kode dan alih kode dalama bertutur hal ini terjadi karena penutur (penjual maupun pembeli) memiliki latar belakang penguasaan bahasa yang sama. Seperti pada cuplikan berikut:Pembeli
Penjual Pembeli Penjual Pembeli Penjual Pembeli Penjual Pembeli Penjual Pembeli Penjual Pembeli Penjual Pembeli |
:
: : : : : : : : : : : : : |
Lihat-lihat mas
Yabs, mari (pembeli memilih-milih jaket) Itu water frof lo mas Kedap air ya mas? Yabs, jadi dalame anget terus luare anti air Bisa di coba mas? Bisa, coba aja gak pa pa Ukurane sama yo mas? Ya ngak, beda merk size yo lain, hargane yoi gak sama. Lek sing iki piro? Seratus dua puluh Lek sing Tambora iku? Seratus tiga puluh lima Lebih mahal yo Iya, tapi kwalitase gak jauh beda kok mas Yo wis sing iki ae |
Perubahan Situasi dengan Hadirnya Orang Ketiga
Pada saat terjadi percakapan tawar menawar barang antara penjual dan pembeli sering kali datang pula calon pembeli yang lain. Kedatangan calon pembeli itu sudah barang tentu harus ditanggapi oleh si penjual dengan menggunakan kode yang biasanya digunakan untuk mengawali percakapan tawar menawar barang. Biasanya kode itu menggunakan BI karena bahasa Indonesia bisa dipahami penutur pada umumnya. Dengan demikian si penjual secara tidak langsung melakukan alih kode yang barangkali pada awalnya menggunakan BJ. Berikut dapat digunakan sebagai contoh.
Penjual
Pembeli 1 Penjual Pembeli 1 Penjual Pembeli 1 Penjual Pembeli 1 Penjual Pembeli 2 Penjual Pembeli 1 penjual |
:
: : : : : : : : : : : : |
Monggo mas
Ono pembungkus tas mas? Pembungkus tas? O… cover to sing dimaksud Iyo, sing anti air Sing tas karier apa yang day pac? Tas ransel Sing selawe liter lagi kosong mas, kari warna pink Wahaha, yo gak lucu koyo cewek ae. Kapan ono anek maneh mas? InsyaAllah Minggu ngarep, soale Minggu iki lagi blonjo (ada pembeli lain yang datang) Ada rainkot mas? Itu di pojok sebelah kiri Suwun mas, liat-liat sik Monggo… |
Dari pembicaraan tentang “Alih KOde yang Terjadi dalam Wacana JUal Beli Peralatan Camping” di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian bilingualisme akhirnya merupakan satu rentangan berjenjang mulai menguasa B1 (tentunya dengan baik karena bahasa ibunya sendiri) ditambah tahu sedikit akan B2, dilanjutan dengan penguasaan B2 yang berjenjang meningkat, sampai menguasai B2 itu sama baiknya dengan penguasaan B1. Kalau bilingualisme sudah sampai tahap ini berarti seorang penutur yang bilingual itu akan dapat menggunakan B1 dan B2 sama baiknya untuk fungsi dan situasi apa saja dan dimana saja. Namun, seperti sudah disebutkan di atas penutur bilingual yang seperti ini jarang ada yang ada dan biasa adalah para penutur bilingual yang sama-sama baik dalam dua bahasa, tetapi umumnya dalam ranah kebahasan yang berbeda.
PENUTUP
Bagian ini merupakan bagian penutup dari tulisan ini. Pada bagian ini akan disampaikan kesimpulan dan beberapa imlikasi kajian yang perlu mendapatkan perhatian dan tindak lanjut di masa mendatang, khususnya untuk kajian berikutnnya. Berikut kesimpulan dan implikasi-implikasi kajian selengkapnya.Simpulan
Sejalan dengan rumuan masalah dan tujuan penulisan yang diampaikan di bagian pendahuluan, maka sebagai kesimpulan dapatlah disampaiakan hal-hal berikut:
1) kode yang digunakan oleh masyarakat tutur bilingual di kota Malang dalam jual beli peralatan camping di Ruko Adventure Shop adalah: (1) bahasa yang mencakup BJ dan bahasa non Jawa. Bahasa non Jawa di sini meliputi BI dan BA. BA yang paling sering ditemukan adalah bahasa Inggris, (2) tingkat tutur, yang meliputi tutur ngoko. Kode yang berwujud tingkat tutur ini tampak dengan sangat jelas khususnya jika bahasa yang dipakai adalah BJ.
2) kode-kode yang digunakan dalam wacana jual beli peralatan camping di kota Malang ruko Adventur Shop dapat beralih dari kode yang satu ke kode yang lain. Misalnya dari BI ke dalam BJ atau sebaliknya, BI ke dadam Inggris atau sebaliknya. Peralihan itu ternyata tidak terjadi dengan tanpa arah melainkan dengan arah yang cukup jelas.
3) alih kode dalam wacana jual beli peralatan camping pada masyarakat tutur bilingual di kota Malang ruko Adventure Shop dilakukan dengan alasan-alasan yang sudah jelas dan juga tertentu. Dari kajian ini dapat diketahui bahwa alasan-alasan yang dimaksud meliputi (1) penutur memiliki latar belakang penguasaan bahasa yang sama, (2) perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga.
Implikasi Kajian
Tidak disangkal bahwa kajian ini masih jauh bahkan teramat jauh dari sempurna. Ruang lingkup pembicaraan yang semula segaja digunakan untuk membatasi kajian ini bukan tidak mungkin justru mengkerdilkan jangkauan pembahasan. Wacana jual beli peralatan camping hanyalah merupakan sebagian yang teramat kecil dari wacana transaksional yang sebenarnya semula akan diangkat sebagai objek dalam kajian sosiolinguistik ini. Dengan perkatan lain sebenarnya kajian ini hanya bagian yang teramat kecil dari bagian yang sebenarnya bisa dilakukan lebih luas itu. Rekan rekan mahasiswa hkususnnya yang tertarik dengan bidang ilmu sosiolinguistik tentu ditantang menindaklanjuti kajian ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar