Sejak abad-abad jauh yang tak butuh hitungan,
datang adalah muasal dari segala kepergian.
Lalu, sunyi adalah muara dari segala
kesedihan.
Pernah kita memahat kenangan, dalam tiap tapak-tapak jalan, pada sawah dan
ladang-ladang, pada bunga-bunga kopi
yang wangi, pada rupa yang datang dan
pergi bergantian, yang banyak mengajarkan silsilah kehilangan.
Satu tanya yang tersembunyi dalam sunyi-sunyi yang kunaungi. Perihal alasan
engkau membakar ribuan peta, hingga kesedihan tidak pernah tahu bagaimana
seharusnya menapaki jalan, menuju mukim di rahim-rahim kebahagiaan
Dimataku nanti akan tumbuh lubuk. Dengan ratusan ikan yang tak pandai
berenang. Tersebab engkau lupa menitipkan sirip dan insang.
Nanti engkau paham, air mata mampu lebih banyak berkata-kata, sunyi dan puisi menjadi lebih nyata dari segala yang aku rasa.